POTENSI PADI APUNG PADA LAHAN GAMBUT
Lahan gambut adalah lahan yang sangat kaya dengan material organik, lahan gambut terbentuk dari akumulasi pembusukan bahan-bahan organik selama ribuan tahun. Diketahui bahwa lahan gambut memiliki potensi dua kali lebih banyak menyimpan karbon dari pada hutan biasa yang tentunya akan sangat membantu dalam penanganan krisis iklim di Dunia.
Pada tahun 2005, Wetlands International sebuah organisasi global yang bekerja untuk mempertahankan dan merestorasi lahan gambut dan sumber dayanya untuk masyarakat dan keragaman hayati memperkirakan terdapat sekitar 20,6 juta hektar lahan gambut di Indonesia. Lalu pada tahun 2011, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian dan Balai Penelitian Tanah memperkirakan ada sekitar 14,9 juta hektar lahan gambut di Indonesia. Data tersebut menunjukkan bahwa keadaan lahan gambut setiap tahun nya terancam.
Melalui Peraturan Presiden Nomor 120 tahun 2020 tentang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove di bentuk Badan Restorasi Gambut dan Mangrove Republik Indonesia (BRGM). BRGM adalah Lembaga nonstruktural yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden bertugas memfasilitasi percepatan pelaksanaan restorasi gambut dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pada areal restorasi gambut serta melaksanakan percepatan rehabilitasi mangrove di provinsi target.
Sumber: brg.go.id
Penerapan Padi Apung
Sistem produksi padi nasional merupakan salah satu sistem yang dinilai rentan terhadap kemungkinan perubahan dan anomali iklim, peningkatan intensitas bencana banjir sebagai efek perubahan iklim global dapat menjadi ancaman serius terhadap keberlanjutan produksi beras nasional. Keterbatasan lahan pun salah satu akibat dari perubahan iklim yang selalu berubah.Padi Apung merupakan salah satu teknik budidaya dalam pemanfaatan ruang lahan gambut yang cukup potensial di Indonesia dan upaya adaptasi terhadap perubahan iklim. Media tanam yang digunakan pada teknik padi apung menggunakan rakit yang terbuat dari bambu mudah terapung dan diisi dengan limbah jerami, sabut kelapa dan kompos organik dan ditutup dengan jaring.
Rakit media padi apung dapat digunakan hingga 6 kali musim tanam (Adinata, 2012). Metode tanam padi yang dipergunakan pada budidaya padi apung adalah metode SRI (System Rice Intensification). Metode SRI yaitu suatu metode untuk meningkatkan produktivitas padi yang memanfaatkan dan mengelola kekuatan sumberdaya alam secara terpadu (tanaman, tanah, air, biota, dan nutrisi) untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi yang berbasis organik (Berkelaar, 2001). Menurut Mutakin (2012), metode SRI mampu meningkatkan produktivitas padi sebesar 50%, bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%.
Menurut Adinata (2012), perawatan padi apung tak jauh berbeda dengan perawatan padi pada umumnya. Dalam satu kali tanam, pemupukkan dilakukan sebanyak 10 kali dengan jarak waktu pemupukan satu minggu. Pupuk yang dipergunakan adalah PPC (Pupuk Pelengkap Cair) dan MOL (Micro Organism Local). Penggunaan PPC dan MOL tentu tidak akan menambah beban pada rakit, berbeda dengan pupuk kompos yang apabila diaplikasikan akan menambah beban pada rakit yang dapat menimbulkan resiko rusaknya rakit.
Sumber gambar: twitter.com/rahmatadinata5
Menurut Adinata (2012), perawatan padi apung tak jauh berbeda dengan perawatan padi pada umumnya. Dalam satu kali tanam, pemupukkan dilakukan sebanyak 10 kali dengan jarak waktu pemupukan satu minggu. Pupuk yang dipergunakan adalah PPC (Pupuk Pelengkap Cair) dan MOL (Micro Organism Local). Penggunaan PPC dan MOL tentu tidak akan menambah beban pada rakit, berbeda dengan pupuk kompos yang apabila diaplikasikan akan menambah beban pada rakit yang dapat menimbulkan resiko rusaknya rakit.Keunggulan dari sistem padi apung adalah tidak perlu melakukan penyiraman karena air berdifusi dari bawah media dan praktek budidaya ini bersifat organik. Selain pada tanaman padi, teknik ini juga bisa dilakukan pada komoditas pertanian lainnya, seperti kangkung.
Sumber Referensi
Komentar
Posting Komentar